Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah Dikenal Sebagai Tentara Kerajinan

Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah Dikenal Sebagai Tentara Kerajinan

Kabupaten Jepara terletak di bagian utara provinsi Jawa Tengah. Itu berbatasan dengan Laut Jawa di utara dan barat, Kabupaten Pati dan Kudus di timur, dan Kabupaten Demak di selatan. Wilayah Kabupaten Jepara juga terdiri dari kepulauan Karimunjawa yang terletak di Laut Jawa.

Step 1: Let the number of boxes of fried rice be xxx. Then, the number of packets of noodles is x+4x+4x+4.

TRIBUNNEWSMAKER.COM - Yuk cermati latihan soal dan kunci jawaban mata pelajaran Seni Budaya kelas 10 SMA/SMK hingga MA. Terdapat 50 soal pilihan ganda yang bisa dikerjakan.

Pahami latihan soal dan kunci jawaban mata pelajaran Seni Budaya kelas 10 SMA/SMK hingga MA. Siswa sebaiknya mengerjakan soal secara mandiri terlebih dahulu untuk mengukur kemampuan dalam menghadapi tes.

Berikut ini contoh soal dan kunci jawaban mata pelajaran Seni Budaya kelas 10:

Soal Seni Budaya Kelas 10:

1. Ide dalam penggarapan seni tari juga dapat ditampilkan pada berbagai unsur gerak seperti gerakan-gerakan berikut, kecuali….a. gerak murnib. gerak manusiawic. gerak maknawid. gerak asimetrise. gerak simetris

Baca juga: Orang yang Pekerjaannya Memainkan Wayang Kulit Disebut? 40+ Soal & Kunci Jawaban Seni Budaya Kelas 1

2. Perlengkapan yang digunakan untuk mendukung seni tari adalah….a. aksesorib. tata busanac. tata dekorasid. tata panggunge. property

3. Penyelenggaraan pergelaran musik juga dapat dilakukan di tempat-tempat seperti berikut, kecuali….a. lapanganb. alun-alunc. stadiond. gedunge. kantor pemerintah

4. Bahan utama dalam membuat batik tulis dan batik cap adalah….a. malamb. cantingc. kompord. wajane. meja pola

5. Kegiatan yang dilakukan oleh para peserta pergelaran pada tahap akhir persiapan disebut….a. latihanb. geladi kotorc. geladi bersihd. perencanaane. penataan

Sejarah Kabupaten Jepara

Jauh sebelum adanya kerajaan-kerajaan di tanah Jawa. Di ujung sebelah utara pulau Jawa sudah ada sekelompok penduduk yang diyakini orang-orang itu berasal dari daerah Yunnan Selatan yang kala itu melakukan migrasi ke arah selatan. Jepara saat itu masih terpisah oleh selat Juwana.

Asal nama Jepara berasal dari perkataan Ujung Para, Ujung Mara dan Jumpara yang kemudian menjadi Jepara yang berarti sebuah tempat pemukiman para pedagang yang berniaga ke berbagai daerah. Menurut buku “Sejarah Baru Dinasti Tang (618-906 M)” mencatat bahwa pada tahun 674 M seorang musafir Tionghoa bernama I-Tsing pernah mengunjungi negeri Holing atau Kaling atau Kalingga yang juga disebut Jawa atau Japa dan diyakini berlokasi di Keling, kawasan timur Jepara sekarang ini serta dipimpin oleh seorang raja wanita bernama Ratu Shima yang dikenal sangat tegas.

Menurut seorang penulis Portugis bernama Tome Pires dalam bukunya “Suma Oriental”, Jepara baru dikenal pada abad ke-XV (1470 M) sebagai bandar perdagangan yang kecil yang baru dihuni oleh 90-100 orang dan dipimpin oleh Aryo Timur dan berada dibawah pemerintahan Demak. Kemudian Aryo Timur digantikan oleh putranya yang bernama Pati Unus (1507-1521). Pati Unus mencoba untuk membangun Jepara menjadi kota niaga.

Pati Unus dikenal sangat gigih melawan penjajahan Portugis di Malaka yang menjadi mata rantai perdagangan nusantara. Setelah Pati Unus wafat digantikan oleh ipar Faletehan/Fatahillah yang berkuasa (1521-1536). Kemudian pada tahun 1536 oleh penguasa Demak yaitu Sultan Trenggono, Jepara diserahkan kepada anak dan menantunya yaitu Ratu Retno Kencono dan Pangeran Hadirin, suaminya. Namun setelah tewasnya Sultan Trenggono dalam Ekspedisi Militer di Panarukan Jawa Timur pada tahun 1546, timbulnya geger perebutan tahta kerajaan Demak yang berakhir dengan tewasnya Pangeran Hadiri oleh Aryo Penangsang pada tahun 1549.

Kematian orang-orang yang dikasihi membuat Ratu Retno Kencono sangat berduka dan meninggalkan kehidupan istana untuk bertapa di bukit Danaraja. Setelah terbunuhnya Aryo Penangsang oleh Sutowijoyo, Ratu Retno Kencono bersedia turun dari pertapaan dan dilantik menjadi penguasa Jepara dengan gelar NIMAS RATU KALINYAMAT.

Pada masa pemerintahan Ratu Kalinyamat (1549-1579), Jepara berkembang pesat menjadi Bandar Niaga utama di Pulau Jawa, yang melayani eksport import. Di samping itu juga menjadi Pangkalan Angkatan Laut yang telah dirintis sejak masa Kerajaan Demak.

Sebagai seorang penguasa Jepara yang gemah ripah loh jinawi karena keberadaan Jepara kala itu sebagai Bandar Niaga yang ramai, Ratu Kalinyamat dikenal mempunyai jiwa patriotisme anti penjajahan. Hal ini dibuktikan dengan pengiriman armada perangnya ke Malaka guna menggempur Portugis pada tahun 1551 dan tahun 1574. Adalah tidak berlebihan jika orang Portugis saat itu menyebut sang Ratu sebagai RAINHA DE JEPARA”SENORA DE RICA, yang artinya Raja Jepara seorang wanita yang sangat berkuasa dan kaya raya.

Serangan sang Ratu yang gagah berani ini melibatkan hamper 40 buah kapal yang berisikan lebih kurang 5.000 orang prajurit. Namun serangan ini gagal, ketika prajurit Kalinyamat ini melakukan serangan darat dalam upaya mengepung benteng pertahanan Portugis di Malaka, tentara Portugis dengan persenjataan lengkap berhasil mematahkan kepungan tentara Kalinyamat.

Namun semangat Patriotisme sang Ratu tidak pernah luntur dan gentar menghadapi penjajah bangsa Portugis, yang di abad 16 itu sedang dalam puncak kejayaan dan diakui sebagai bangsa pemberani di Dunia.

Dua puluh empat tahun kemudian atau tepatnya Oktober 1574, sang Ratu Kalinyamat mengirimkan armada militernya yang lebih besar di Malaka. Ekspedisi militer kedua ini melibatkan 300 buah kapal diantaranya 80 buah kapal jung besar berawak 15.000 orang prajurit pilihan. Pengiriman armada militer kedua ini dipimpin oleh panglima terpenting dalam kerajaan yang disebut orang Portugis sebagai “QUILIMO”.

Walaupun akhirnya perang kedua ini yang berlangsung berbulan-bulan tentara Kalinyamat juga tidak berhasil mengusir Portugis dari Malaka, namun telah membuat Portugis takut dan jera berhadapan dengan Raja Jepara ini, terbukti dengan bebasnya Pulau Jawa dari Penjajahan Portugis di abad 16 itu.

Sebagai peninggalan sejarah dari perang besar antara Jepara dan Portugis, sampai sekarang masih terdapat di Malaka komplek kuburan yang disebut sebagai Makam Tentara Jawa. Selain itu tokoh Ratu Kalinyamat ini juga sangat berjasa dalam membudayakan SENI UKIR yang sekarang ini jadi andalan utama ekonomi Jepara yaitu perpaduan seni ukir Majapahit dengan seni ukir Patih Badarduwung yang berasal dari Negeri Cina.

Menurut catatan sejarah Ratu Kalinyamat wafat pada tahun 1579 dan dimakamkan di desa Mantingan Jepara, di sebelah makam suaminya Pangeran Hadiri. Mengacu pada semua aspek positif yang telah dibuktikan oleh Ratu Kalinyamat sehingga Jepara menjadi negeri yang makmur, kuat dan mashur maka penetapan Hari Jadi Jepara yang mengambil waktu beliau dinobatkan sebagai penguasa Jepara atau yang bertepatan dengan tanggal 10 April 1549 ini telah ditandai dengan Candra Sengkala TRUS KARYA TATANING BUMI atau terus bekerja keras membangun daerah.

Kabupaten Jepara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Terletak di sebelah utara Jawa Tengah, kabupaten ini berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Di masa lalu, Jepara pernah menjadi bandar niaga utama Pulau Jawa.

Kendati Jepara telah berdiri sejak masa kolonial Hindia Belanda, namun Kabupaten Jepara baru terbentuk pada tanggal 8 Agustus 1950 berdasarkan UU 13/1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Djawa Tengah.

Hari jadi Kabupaten Jepara ditetapkan pada tanggal 10 April 1549 berdasarkan Peraturan daerah (Perda) Tingkat II Jepara Nomor 9 Tahun 1988 tentang Hari Jadi Jepara. Penetapan perda itu mengacu pada tokoh Putri Retno Kencana, yang dinobatkan selaku penguasa Jepara dengan nama Nimas Ratu Kalinyamat.

Dalam sejarahnya, Kabupaten Jepara tidak dapat dilepaskan dengan sosok Raden Ajeng Kartini (1879-1904), tokoh perempuan Jawa yang memperjuangkan emansipasi dan hak-hak perempuan di masa kolonial. RA Kartini pada masanya mendongkrak kultur feodalistik dan paternalistik, serta mengilhami perempuan melawan diskriminasi terhadap kaum hawa.

Secara administratif, Kabupaten Jepara terdiri dari 16 kecamatan, 11 kelurahan, dan 184 desa. Kabupaten dengan luas wilayah 1.004,132 kilometer persegi ini dihuni oleh 1,18 juta jiwa berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2020. Sejak tahun lalu, Kabupaten Jepara dipimpin oleh Bupati Dian Kristiandi. Sementara itu, untuk posisi wakil bupati masih kosong hingga saat ini.

Nama Jepara dalam catatan sejarah memiliki beberapa makna. Nama Jepara menurut C Lekkerkerker berasal dari kata Ujungpara yang kemudian berubah menjadi kata Ujung Mara, Jumpara, dan akhirnya menjadi Jepara atau Japara. Kata tersebut memiliki makna pemukiman para pedagang yang berniaga ke berbagai daerah.

Sementara itu, sejarawan De Graaf menjelaskan bahwa “Jepara”, “Jung Mara”, atau “Ujung Mara” kemungkinan merupakan nama tempat yang lebih tua, yang disebutkan dalam cerita-cerita tutur Jawa dan dalam buku-buku cerita mengenai kisah sejarah legendaris kota pelabuhan itu. Dugaan ini tampaknya sesuai dengan sumber tradisional Jawa yaitu Serat Pustaka Raja Purwara, yang menyebutkan bahwa daerah Jepara dan Juwana merupakan daerah kekuasaan Sandang Garba, rajanya para  pedagang (koning der koopleiden).

Dalam laman resmi Kabupaten Jepara disebutkan, Jepara mulai dikenal pada abad ke-8 Masehi dengan berdirinya Kerajaan Kalingga yang diperintah oleh Ratu Shima. Keyakinan ini didasarkan pada penemuan benda-benda perhiasan cap Kerajaan Ratu Shima di Desa Drojo, Kabupaten Jepara.

Sementara itu, menurut seorang penulis Portugis, Tomè Pires, dalam Suma Oriental, Jepara baru dikenal pada abad ke-15 (1470). Ketika itu, Jepara merupakan pelabuhan perdagangan kecil yang dihuni oleh sekitar 90 sampai 100 orang dan dipimpin oleh Aryo Timur serta berada di bawah pemerintahan Demak.

Aryo Timur berhasil mengembangkan kota pantai yang dikelilingi oleh benteng kayu dan bambu itu menjadi bandar yang cukup besar. Kondisi fisik pelabuhan Jepara menurut ukuran waktu itu sangat baik, sehingga setiap pelaut dan pedagang yang datang ke Jawa atau akan melanjutkan perjalanan menuju Maluku selalu singgah di pelabuhan Jepara.

Aryo Timur kemudian digantikan oleh putranya bernama Pati Unus (1507-1521). Pati Unus mencoba untuk membangun Jepara menjadi kota niaga. Pati Unus yang dikenal pula dengan julukan Pangeran Sabrang Lor ini sangat gigih melawan Portugis di Malaka yang menguasai rantai perdagangan di kepulauan.

Pada tahun 1512, Pati Unus berangkat dengan armadanya dari 100 kapal berisikan 12.000 prajurit berusaha mengusir Portugis dari Semenanjung Malaka. Meski peperangan ini membawa kekalahan baginya, namun tidak mengurangi kebesaran dan kepahlawanan Pati Unus.

Setelah Pati Unus wafat, ia digantikan oleh ipar Faletehan, yakni Fatahillah  yang berkuasa pada 1521-1536. Kemudian pada tahun 1536 oleh Sultan Trenggono sebagai penguasa Demak, Jepara diserahkan kepada anak dan menantunya, yaitu Retno Kencono dan Sultan Hadirin.

Sultan Trenggono tewas dalam Ekspedisi Militer di Panarukan Jawa Timur pada tahun 1546. Sepeninggalnya, tepatnya tahun 1549, muncul perebutan Kerajaan Demak hingga menewaskan Sultan Hadlirin di tangan Aryo Penangsang.

Kematian itu membuat Retno Kencono sangat berduka dan meninggalkan kehidupan istana untuk bertapa di bukit Danaraja. Baru setelah terbunuhnya Aryo Penangsang oleh Sutawijaya, Retno Kencono bersedia turun dari pertapaan dan dilantik menjadi penguasa Jepara bergelar Nimas Ratu Kalinyamat.

Di bawah kepemimpinan Ratu Kalinyamat (1549-1579), Jepara tumbuh sebagai bandar niaga utama di Pulau Jawa, yang melayani ekspor impor. Di samping itu, juga menjadi Pangkalan Angkatan Laut yang telah dirintis sejak masa Kerajaan Demak.

Ratu Kalinyamat juga dikenal gigih dalam melawan penjajah. Pada tahun 1550 dan 1570, Ratu Kalinyamat bekerja sama dengan Aceh, mencoba mengusir Portugis dari semenanjung Malaka, kendati mengalami kekalahan.

Makam Ratu Kalinyamat

Pada permulaan abad ke-17, pelabuhan Jepara menjadi tempat mendarat orang-orang asing bila akan menghadap ke Mataram. Di tempat ini pula, duta-duta Staten Generaal yakni Gaspar van Zurck, dan Balthazar van Eyndhoven mendarat sebelum menghadap Panembahan Senapati. Dari Panembahan Senapati, pihak Belanda mendapat janji untuk mendirikan sebuah establisemen di Jepara dan akan mendapatkan pasokan beras. Namun demikian, keinginan itu tidak terwujud dan Belanda hanya boleh mendirikan sebuah rumah kecil di Jepara.

Karena Jepara merupakan gudang beras untuk mengumpani pegawai dan serdadu Kompeni, maka organisasi pembelian serta alat-alatnya harus kuat. Itulah sebabnya pada tahun 1617, Gubernur Jenderal Reaal mendarat di Jepara dan memerintahkan pendirian gedung serta gudang dari batu, tanpa seizin Panembahan Senapati. Untuk memikat hati penduduk, mereka dibolehkan berlayar di pelabuhan dan lautnya sendiri untuk melakukan perdagangan dengan Maluku. Alih-alih menggubrisnya, penduduk yang patriotik ini justru menolak sama sekali untuk menjual berasnya kepada Belanda.

Memasuki tahun 1651, Belanda mendirikan loji dan perbentengan untuk keperluan perbekalannya. Akhirnya Mataram pun mengambil tindakan dengan menutup akses pelabuhan Jepara.

Pada saat pemberontakan Trunojoyo terjadi, Jepara menjadi tujuan perginya Cornelis Speelman yang dijuluki penakluk Makassar. Dari sini pula, ia mengutus pihak-pihak pribumi untuk menandatangani perjanjian perdamaian, yang tentunya menguntungkan Belanda. Namun, Trunojoyo menolak gagasan berdamai dengan Mataram -yang pada saat itu disokong oleh Belanda.

Sejak itulah, Jepara mulai menghadapi masa suram. Setelah Raja Mataram meninggal, sang Putra Mahkota pergi ke Jepara untuk menandatangani perjanjian dengan Speelman. Perjanjian tersebut memutuskan bahwa raja harus membayar kembali biaya yang dikeluarkan untuk memusnahkan Trunojoyo dan menjadikan Kota Semarang sebagai jaminannya.

Setelah penandatanganan tersebut (1677), kesibukan di Jepara seakan terhenti, sebab pusat perdagangannya telah dipindahkan ke Semarang oleh Belanda. Tetapi, Belanda tetap mengukuhi perbentengannya di Jepara untuk memblokade laut Jawa agar perdagangan pribumi lumpuh dan jatuh ke tangan Belanda.

Di masa perang Surapati, perbentengan Jepara lebih diperkuat dan hanya tersisa kekuasaan militer Belanda saja. Kemudian di tahun 1719, dalam rangkaian perang suksesi, Arya Mataram menyerah kepada Belanda bersama pasukannya. Di Jepara pula, ia bersama enam putra dan dua menantunya dicekik mati. Dengan demikian, sejarah kegemilangan Jepara kian lama kian surut dan pudar.

Pada masa peperangan Tionghoa dan Madura (1741-1745), Jepara seluruhnya jatuh dalam kekuasaan penjajah sebagai bayaran perang. Kemasyhuran kerajinan tangan serta kesenian rakyat mulai surut dan hampir padam akibat banyaknya peperangan.

Setelah Indonesia merdeka, Kabupaten Jepara ditetapkan sebagai daerah otonom yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganja sendiri berdasarkan UU 13/1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Djawa Tengah, Kabupaten Jepara dibentuk pada tanggal 8 Agustus 1950.